Laporan Student Mobility Program Studi Sejarah Kebudayaan Islam Ke Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushuludin Dan Adab UIN Siber Syekh Nurdjati Cirebon
Pada tanggal 9-13 Desember 2024, Prodi Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga mengadakan progam Student Mobility ke Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Ushuludin dan Adab UIN Siber Syekh Nurdjati Cirebon. Progam ini diikuti oleh lima mahasiswa dan satu dosen pendamping, dimana saya merupakan salah satu mahasiswa yang terpilih menjadi delegasi dalam kegiatan tersebut. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar lintas kampus bagi mahasiswa, memperkenalkan lingkungan dan suasana akademik yang berbeda, sekaligus memperkuat hubungan kelembagaan antara dua institusi pendidikan. Selain itu, tuntutan era globalisasi mendorong Prodi Sejarah dan Kebudayaan Islam untuk terus mengembangkan kerja sama akademik, salah satunya dengan UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon. Predikat “Kampus Siber” yang disandang universitas tersebut menjadi alasan utama dalam pemilihan tujuan program ini. UIN Siber Syekh Nurjati memiliki keunggulan dalam fasilitas serta program berbasis teknologi informasi dan digital. Melalui program ini, mahasiswa diharapkan dapat mempelajari inovasi-inovasi tersebut dan menerapkannya untuk mendukung pengembangan kegiatan masing-masing di kampus UIN Sunan Kalijaga. Berikut adalah pengalaman dan laporan saya selama mengikuti kegiatan ini.
Pada hari pertama, Senin, 9 Desember 2024, kegiatan diawali dengan acara pelepasan mahasiswa yang akan berangkat ke UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon. Acara dimulai dengan pembukaan oleh Master of Ceremony (MC), diikuti oleh sambutan dari Dekan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, Prof. Dr. Nurdin, S.Ag., S.S., M.A., serta sambutan dari Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama, Dr. Syamsul Arifin, S.Ag., M.Ag. Selanjutnya, Dekan secara simbolis meresmikan pelepasan dengan mengalungkan ID card kepada para peserta. Setelah itu, sesi berikutnya dipandu oleh Ketua Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga, Ibu Fatiyah, S.Hum., M.A., bersama dosen pendamping, Bapak Riswinarno, S.S., M.M. Sesi ini difokuskan pada pengecekan akhir untuk memastikan kelengkapan dan persiapan sebelum keberangkatan. Setelah semua persiapan selesai, rombongan berangkat menuju stasiun untuk menaiki kereta menuju Cirebon. Setibanya di Cirebon, kami menuju Hotel Verse yang telah disediakan untuk beristirahat dan mempersiapkan diri menghadapi rangkaian kegiatan di hari berikutnya.
Pada hari kedua, Selasa, 10 Desember 2024, kegiatan dilanjutkan dengan mengikuti agenda yang telah disusun oleh Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon. Kami diajak untuk berkeliling Kota Cirebon, mengunjungi berbagai situs bersejarah seperti keraton dan museum, kantor Dinas Kebudayaan, serta bertemu dengan para seniman dan budayawan setempat. Tujuan pertama kami adalah Keraton Kasepuhan Cirebon. Di sana, kami disambut oleh seorang tour guide muda yang mengenakan pakaian adat Jawa khas abdi dalem. Beliau memberikan penjelasan mendetail tentang Keraton Kasepuhan, mulai dari fungsi setiap bangunan di dalam kompleks keraton, sejarah berdirinya Kesultanan Cirebon, hingga kisah keruntuhan keraton pada masa ekspansi kolonial Belanda. Selain itu, beliau juga menjelaskan tentang berbagai benda pusaka yang menjadi koleksi di Museum Pusaka, yang terletak dalam kompleks keraton. Sayangnya, kami tidak dapat masuk ke dalam keraton karena area tersebut sudah tidak dibuka untuk umum. Salah satu hal menarik yang dijelaskan adalah terkait teknik perekat batu-batu yang digunakan untuk membangun benteng dan bangunan lain di kompleks keraton. Menurut tour guide, batu-batu tersebut direkatkan menggunakan putih telur, karena pada masa itu belum tersedia semen. Pernyataan ini cukup unik dan memancing rasa penasaran saya. Beberapa kali saya bertanya apakah ada makna simbolis atau teknis lain dari penggunaan putih telur tersebut, namun beliau tetap bersikeras bahwa teknik ini benar-benar digunakan pada masa itu.
Setelah menjelajahi Keraton Kasepuhan, kunjungan berikutnya adalah ke Masjid Agung Sang Cipta Rasa, yang terletak dekat dengan keraton, tepat di samping alun-alun. Saya cukup terkesan dengan berbagai keunikan masjid ini. Salah satu hal menarik adalah pintu masuknya yang sempit dan rendah, sehingga setiap orang yang masuk harus menunduk sebagai simbol penghormatan. Selain itu, masjid ini memiliki tradisi unik saat sholat Jumat, yaitu menggunakan tujuh mikrofon karena adzan dilakukan oleh tujuh orang muazin secara bersamaan. Gaya arsitektur Masjid Agung Sang Cipta Rasa juga sangat khas dan mencerminkan nuansa kuno yang penuh makna. Di dalam masjid, saya juga melihat sebuah tempat yang dibatasi pagar, yang khusus digunakan sebagai tempat sholat bagi keluarga sultan. Tempat ini dikenal dengan sebutan maksurah. Serambi masjid tampak luas dan didukung oleh banyak tiang penyangga yang kokoh. Ada fakta menarik lainnya tentang lantai asli masjid ini. Sejak didirikan, lantai masjid telah melewati proses sedimentasi, sehingga tanah di sekitarnya menjadi lebih tinggi. Lantai asli masjid kini berada beberapa sentimeter di bawah permukaan tanah, dan terdapat sebuah cekungan yang menunjukkan bukti dari perubahan tersebut.
Kunjungan berikutnya adalah ke Taman Goa Sunyaragi, sebuah situs sejarah peninggalan Kesultanan Cirebon. Situs ini dahulu digunakan sebagai tempat persinggahan keluarga kerajaan dan lokasi rekreasi bagi sultan. Area taman ini terdiri atas cekungan-cekungan berupa goa-goa kecil yang dibangun dari batu karang, yang saling terhubung satu sama lain. Taman ini juga dikelilingi bukit-bukit buatan serta dilengkapi dengan beberapa pemandian dan gazebo. Keunikan Taman Goa Sunyaragi terletak pada fungsinya yang dibangun khusus sebagai tempat rekreasi, bukan untuk ibadah atau aktivitas ekonomi.
Selanjutnya, kami melanjutkan perjalanan ke Kantor Dinas Kebudayaan Kabupaten Cirebon. Di sana, kami disambut oleh Kepala Bagian, Kepala Seksi Budaya, dan beberapa staf. Dalam pertemuan tersebut, dilakukan dialog seputar informasi mengenai Warisan Budaya Benda (WBB) dan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang dimiliki Kabupaten Cirebon, termasuk pengelolaannya. Kegiatan berikutnya adalah kunjungan ke Museum Pangeran Cakrabuana Kabupaten Cirebon. Museum ini menyimpan berbagai koleksi seni yang mencerminkan kekayaan budaya Cirebon, seperti seni tari, seni khat dan sastra, seni batik, seni musik, seni tatah sungging, seni wayang, seni lukis, dan banyak lagi.
Sebelum mengakhiri rangkaian kegiatan hari itu, tim berkesempatan mengunjungi salah satu Warisan Budaya Tak Benda khas Cirebon, yaitu nasi jamblang. Kuliner ini terdiri dari nasi yang dibungkus menggunakan daun jati, disajikan dengan beragam pilihan lauk pauk. Beberapa lauk yang tersedia antara lain sambal goreng, tahu sayur, paru goreng, daging, perkedel, semur hati, sate kentang, telur dadar, semur ikan, telur goreng, ikan asin, tahu, tempe, dan lainnya. Kunjungan ini sekaligus menjadi momen makan malam, di mana tim dapat menikmati kekayaan cita rasa khas Cirebon.
Menariknya, lokasi kuliner nasi jamblang ini terletak di ujung sebuah gang yang menuju ke Masjid Panjunan, atau yang juga dikenal dengan nama Masjid Merah. Masjid ini berada di kawasan permukiman masyarakat Arab. Mengingat lokasinya yang berdekatan, tim kemudian melanjutkan kunjungan ke masjid tersebut. Masjid Panjunan memiliki keunikan tersendiri, dengan warna merah yang dominan pada eksteriornya dan hiasan berupa piring-piring keramik yang terpasang di dindingnya. Bagian dalam masjid ini hanya dibuka untuk umum pada dua kesempatan dalam setahun, yakni saat Shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Selama kunjungan, tim melakukan eksplorasi ke area luar masjid dan berdialog singkat dengan pengelola untuk memahami lebih dalam tentang sejarah serta tradisi yang melekat pada masjid ini. Hari kedua diisi dengan berbagai kegiatan yang padat, namun memberikan banyak wawasan dan pengalaman berharga. Saya memiliki kesempatan untuk mengenal lebih dekat berbagai situs sejarah secara langsung, yang memperkaya pemahaman saya tentang warisan budaya di daerah ini. Setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai, kami kembali ke hotel untuk beristirahat dan mempersiapkan diri menghadapi agenda berikutnya pada hari selanjutnya.
Pada hari ketiga, Rabu, 11 Desember 2024, Kami memulai hari dengan berangkat menuju Gedung Siber, lantai 4, di UIN Syeikh Nurjati Cirebon untuk melanjutkan rangkaian kegiatan. Agenda pertama adalah mengikuti acara seremonial penyambutan delegasi yang diselenggarakan oleh Fakultas Ushuluddin dan Adab (FUA) UIN Syeikh Nurjati Cirebon. Delegasi kami disambut secara resmi oleh Dekan FUA, Dr. Anwar Sanusi, M.Ag., serta Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI), Aah Syafaah, S.Ag., M.Pd. Turut hadir dalam acara ini Majelis Guru Besar yang diwakili oleh Prof. H. Didin Nurul Rosidin, M.A., Ph.D., serta jajaran dosen Jurusan SPI, di antaranya Dr. Zaenal Masduqi, M.A., M.Ag., Hasbiyallah, M.Si., Dr. Tendi, S.Pd., M.Hum., Dr. Gumilar Irfanullah, M.Si., dan Aditia Muara Padiatra, M.Hum., Dr. Anwar Nuris, beserta dosen-dosen lainnya. Acara ini juga dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai angkatan, termasuk perwakilan Himpunan Mahasiswa, Unit Kegiatan Mahasiswa, serta mahasiswa Angkatan 2023 dan 2024. Selain itu, sejumlah pejabat dan pengelola Gedung Siber turut hadir, menambah suasana formal dan hangat dalam penyambutan tersebut.
Setelah acara seremonial penyambutan selesai, kegiatan langsung dilanjutkan dengan mengikuti perkuliahan. Mata kuliah pertama yang kami ikuti adalah Sejarah Indonesia Pasca Kolonial, yang dibawakan oleh Dr. Zainal Masduqi. Dalam perkuliahan ini, fokus pembahasan adalah masa reformasi dengan sorotan khusus pada proyeksi kepemimpinan Prabowo. Pembahasan ini cukup mengejutkan bagi saya, karena terasa berbeda dari ekspektasi tentang sejarah masa lalu, melainkan lebih menyoroti kemungkinan masa depan di bawah kepemimpinan Prabowo. Pada sesi diskusi, saya menyampaikan pertanyaan terkait materi presentasi yang dipaparkan oleh mahasiswa SPI. Saya menyoroti bukti-bukti yang mereka ajukan mengenai teori gaya kepemimpinan Prabowo. Menurut saya, data yang dipresentasikan kurang memenuhi standar yang layak untuk dijadikan sebagai sumber utama dalam mendukung argumen mereka. Setelah perkuliahan selesai, kami diberikan waktu untuk beristirahat, menunaikan salat, dan menikmati makan siang. Selama waktu istirahat, saya berdiskusi dengan teman-teman dari Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) SPI UIN Cirebon. Percakapan kami meluas pada berbagai isu kampus, seperti sistem pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT), mekanisme pemilihan ketua HMJ atau HMPS, hingga persoalan-persoalan non-akademik lainnya. Diskusi ini memberikan perspektif baru mengenai tantangan dan solusi yang dihadapi masing-masing kampus.
Agenda hari itu berlanjut dengan perkuliahan kedua yang membahas Kajian Naskah Kuna (At-Thurats) oleh Dr. Gumilar Irfanullah, M.Si. Dalam sesi ini, beliau menjelaskan pentingnya menggali informasi sejarah melalui kajian naskah-naskah kuno, yang sering kali masih menyimpan banyak hal belum terungkap. Hal ini menjadi sangat relevan mengingat selama ini penelitian sejarah Islam sering kali hanya bersandar pada sumber sekunder seperti buku-buku. Pemaparan tersebut membuka wawasan kami bahwa kajian arsip atau sumber primer, meskipun ada, dirasa kurang mendapat perhatian khusus di beberapa program studi, termasuk Prodi SKI di kampus kami.
Setelah sesi tersebut, perkuliahan dilanjutkan dengan topik Naskah-Naskah Kacirebonan, yang dibawakan oleh Dr. Anwar Nuris dan Dr. Tendi, S.Pd., M.Hum. Dalam materi ini, mereka menjelaskan berbagai aspek sejarah, keunikan, dan kebudayaan yang menjadi kekayaan Cirebon. Dr. Anwar Nuris secara khusus menyoroti keprihatinannya terhadap maraknya penyebaran informasi sejarah yang tidak jelas sumbernya atau disampaikan oleh pihak-pihak yang bukan sejarawan, tanpa menggunakan metode penelitian sejarah yang tepat. Fenomena ini bahkan telah memengaruhi masyarakat luas, termasuk kalangan mahasiswa. Sebagai respon terhadap tantangan tersebut, beliau mendorong kami untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam menyampaikan pemahaman sejarah yang lebih akurat kepada masyarakat. Salah satu inisiatif yang beliau gagas adalah program pembuatan konten audio sejarah di platform Spotify dengan nama The Narrator. Program ini bertujuan menghadirkan informasi sejarah yang menarik dan sesuai dengan kaidah serta metode penelitian sejarah. Selanjutnya, dosen pendamping kami, Riswinarno, S.S., M.M., juga diminta memberikan kuliah umum dengan tema Objek Arkeologis Islam di Kawasan Cirebon. Setelah seluruh rangkaian kegiatan hari itu selesai, kami kembali ke penginapan untuk beristirahat, mempersiapkan diri menghadapi agenda berikutnya.
Pada hari keempat, Kamis, 12 Desember 2024, Pada kesempatan kali ini, kegiatan lebih difokuskan kepada partisipasi aktif dari kami, para mahasiswa. Agenda dimulai dengan kunjungan kembali ke Gedung Siber lantai 6 untuk melaksanakan kegiatan podcast. Namun, sebelum memulai podcast, kami terlebih dahulu bertemu dengan salah satu penanggung jawab di lantai tersebut. Beliau mengajak kami untuk berkeliling dan memperkenalkan berbagai fasilitas yang tersedia. Saya merasa terkesan dengan kelengkapan dan kecanggihan fasilitas teknologi informasi yang ada di setiap ruangan. Kami diajak mengunjungi satu per satu ruangan yang benar-benar dirancang untuk mendukung teknologi informasi, sekaligus menjadi bukti nyata atas predikat Cyber Campus yang disematkan pada institusi ini. Beberapa ruangan yang kami kunjungi meliputi ruang editing video, ruang dubbing, ruang pembelajaran digital, ruang podcast, dan berbagai fasilitas lainnya. Semua ruangan ini dirancang dengan standar teknologi tinggi untuk mendukung kegiatan akademik berbasis digital.
Setelah itu, kami bersama Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) SPI UIN Cirebon melaksanakan program kerja sama yang telah direncanakan sebelumnya, yaitu pembuatan video podcast. Dalam kegiatan ini, aspek teknis sangat diperhatikan oleh Mas Satria, salah satu rekan kami sekaligus perwakilan dari Dibtalks, sebuah komunitas podcast dari kampus kami. Sementara itu, narasumber dalam podcast ini adalah saya sendiri, sebagai Ketua HMPS Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga, dan Mas Anam, Ketua HMJ Sejarah dan Peradaban Islam UIN Syekh Nurjati Cirebon. Podcast ini dipandu oleh dua host yang berperan sebagai moderator untuk memantik diskusi. Podcast tersebut mengangkat beberapa tema menarik. Sebelum memasuki pembahasan utama, saya terlebih dahulu diberi pertanyaan oleh para host mengenai kesan saya setelah berkunjung ke Kampus Siber UIN Cirebon, serta tanggapan saya terhadap Kota Cirebon secara umum. Dalam jawaban saya, saya memberikan tanggapan positif dan netral, mengungkapkan kekaguman terhadap kecanggihan fasilitas yang dimiliki kampus ini, meskipun saya juga menyoroti cuaca Kota Cirebon yang terasa cukup panas dibandingkan dengan daerah asal kampus saya yakni Jogja.
Tema pertama yang dibahas dalam podcast adalah hal-hal menarik yang ada di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan UIN Syekh Nurjati Cirebon, serta keunikan dari masing-masing wilayah. Saya menjelaskan bahwa UIN Sunan Kalijaga dikenal sebagai kampus yang memiliki sejarah panjang dan terkenal akan kesepuhannya, sekaligus menggaungkan sikap inklusivitas dan ramah terhadap difabel. Kampus kami dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang dirancang untuk mendukung kenyamanan mahasiswa difabel dalam menjalani perkuliahan. Selain itu, inklusivitas juga tercermin dalam cara kami menyambut mahasiswa dari berbagai latar belakang, termasuk mahasiswa internasional dan non-Muslim, meskipun kampus ini berlabel Islam. Selain itu, saya juga menjelaskan bagaimana sistem perkuliahan di prodi Sejarah dan Kebudayaan Islam, seperti matakuliah yang tidak ada di Cirebon dan progam-progam apa saja yang ada di UIN Sunan Kalijaga, semisal kelas Bahasa kursus ICT, dst.
Selanjurnya, saya menjelaskan bahwa Yogyakarta adalah daerah yang kaya akan nilai sejarah dan budaya yang terjaga dengan baik serta dilestarikan secara konsisten. Saya juga menyoroti bahwa Yogyakarta memiliki daya tarik wisata yang sangat beragam, mulai dari keindahan pantai, suasana perkotaan yang ramai, hingga pegunungan, sungai-sungai, dan berbagai kedai kopi yang menarik. Dengan beragam pilihan ini, mahasiswa yang berkuliah di Yogyakarta memiliki banyak opsi untuk healing atau melepas penat setelah menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan. Yogyakarta juga dikenal sebagai "Kota Pelajar" karena banyaknya perguruan tinggi dan institusi pendidikan yang tersebar di seluruh penjuru kota. Akses terhadap pendidikan sangat mendukung, ditandai dengan banyaknya acara akademik seperti bazar buku, seminar, pelatihan, pameran karya ilmiah, seni rupa, dan berbagai komunitas serta kegiatan yang berfokus pada pengembangan ilmu pengetahuan dan seni. Fasilitas-fasilitas ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi mahasiswa atau pelajar untuk belajar dan mengembangkan potensi akademik ataupun non akademik mereka.
Tema kedua membahas mengenai organisasi himpunan di masing-masing jurusan. Dalam diskusi ini, kami saling memberikan penjelasan terkait program kerja yang ada, serta menguraikan permasalahan, peluang, dan tantangan yang dihadapi setiap program kerja di masing-masing himpunan. Saya menjelaskan mengenai program unggulan HMPS SKI, yaitu SUKAFESTORIA (Sunan Kalijaga Festival Historia), yang merupakan agenda tahunan yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Pihak Cirebon juga memperkenalkan agenda unggulannya, yakni Semarak Fest, yang mencakup seminar pembukaan dan acara Inagurasi sebagai penutupan. Selain itu, kami juga mendiskusikan rencana kolaborasi yang meliputi studi banding, kajian online tentang sejarah, pembuatan karya ilmiah terkait daerah masing-masing, serta lomba online dan lainnya.
Tema ketiga membahas mengenai kondisi organisasi mahasiswa saat ini, yang menjadi tantangan bagi setiap himpunan. Sebagian besar mahasiswa saat ini kurang tertarik untuk bergabung dalam organisasi atau mengikuti program-program yang direncanakan oleh masing-masing himpunan. Terkadang, program-program yang ada bahkan tidak menarik minat mahasiswa. Oleh karena itu, kami mulai mengidentifikasi permasalahan atau faktor penghambat minat mahasiswa terhadap organisasi. Kami kemudian mendiskusikan solusi yang mungkin dapat diterapkan berdasarkan pengalaman masing-masing di kampus masing-masing. Beberapa solusi yang kami temukan antara lain adalah meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya organisasi, menciptakan inovasi dan terobosan baru yang lebih relevan dengan kebutuhan mahasiswa masa kini, serta merancang program kerja yang sejalan dengan jurusan atau program studi untuk mendukung kebutuhan mahasiswa, baik selama kuliah maupun setelah lulus, dengan program kerja yang mendukung karir yang linier dengan bidang studi.
Setelah podcast, bersama HMPJ SPI FUA Syeikh Nurjati, kami melanjutkan perjalanan ke Keraton Kanoman untuk bertemu dengan rombongan mahasiswa Sosiologi Agama-Agama dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten yang telah tiba lebih dahulu. Kegiatan di Keraton Kanoman dimulai dengan diskusi mengenai sejarah Keraton Kanoman dan budaya Cirebon secara umum, yang dipandu oleh Kang Farihin Niskala, S.Hum., Pustakawan Wangsakerta Kesultanan Kanoman dan alumni UIN Syeikh Nurjati Cirebon. Diskusi ini diikuti dengan tur keliling kawasan Keraton Kanoman, yang memberikan wawasan baru mengenai sejarah kerajaan Cirebon serta berbagai peninggalan budaya yang masih terjaga hingga kini. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi kesempatan bagi mahasiswa dari berbagai universitas, seperti SKI UIN Sunan Kalijaga, SPI UIN Syeikh Nurjati, dan Sosiologi Agama-Agama Untirta, untuk berbagi pandangan tentang peran Keraton Kanoman dalam sejarah Cirebon dan tantangan yang dihadapi dalam melestarikan budaya lokal. Diskusi dilanjutkan di Pendapa Jinem Keraton Kanoman, di mana kami mendalami nilai-nilai budaya yang ada di keraton tersebut.
Pada siang harinya, kegiatan dilanjutkan tanpa kehadiran dosen pendamping, yang diundang untuk bertemu dengan Kasi Kebudayaan Kabupaten Banten, Iman Hermanto, M.Pd., untuk meninjau naskah-naskah kuna yang merupakan bagian dari kekayaan budaya Cirebon. Setelah itu, kami istirahat untuk persiapan agenda dihari berikutnya.
Pada hari keempat, Jum’at, 13 Desember 2024, Pada hari terakhir kegiatan, kami didampingi oleh Bapak Iman Hermanto dan Ibu Laeli Wijaya, yang sangat membantu dalam mempersiapkan segala sesuatunya untuk kepulangan kami. Mereka dengan sabar mengkoordinir pengemasan oleh-oleh serta memastikan semua persiapan untuk check-out dari hotel berjalan lancar. Setelah proses check-out selesai, mereka dengan ramah mengantar kami menuju stasiun. Kami merasa sangat terbantu oleh kehadiran mereka, karena mereka tidak hanya memastikan kami tidak kekurangan apapun, tetapi juga memberikan dukungan moral yang sangat berarti. Sampai tiba di stasiun, Bapak Iman Hermanto dan Ibu Laeli Wijaya terus mendampingi kami hingga kami naik kereta, memastikan perjalanan pulang kami berjalan dengan lancar.